Sejarah dan Budaya Ponorogo yang Terlupakan: Menyelami Warisan Lokal yang Tersembunyi
Ponorogo, sebuah kabupaten di Jawa Timur yang terkenal dengan kesenian Reog, memiliki sejarah dan budaya yang kaya serta penuh makna. Namun, seiring berjalannya waktu, beberapa aspek sejarah dan tradisi budaya Ponorogo mulai terpinggirkan, terlupakan, dan jarang dieksplorasi. Di balik gemerlapnya kesenian Reog yang mendunia, masih banyak kisah sejarah dan tradisi lokal yang menyimpan kearifan lokal. Berikut adalah beberapa warisan sejarah dan budaya Ponorogo yang mulai terlupakan tetapi layak untuk dilestarikan.
1. Legenda Kerajaan Bantarangin
Sebelum dikenal sebagai tanah Reog, Ponorogo dahulu merupakan wilayah kekuasaan Kerajaan Bantarangin. Menurut sejarah lokal, Kerajaan Bantarangin dipimpin oleh seorang raja bernama Prabu Kelana Sewandana. Dalam legenda, Prabu Kelana jatuh cinta pada seorang putri dari Kerajaan Kediri, yaitu Dewi Songgolangit. Kisah cinta inilah yang menjadi latar belakang lahirnya kesenian Reog Ponorogo. Meskipun cerita ini sering diceritakan dalam pertunjukan Reog, keberadaan Kerajaan Bantarangin itu sendiri seringkali terlupakan sebagai bagian penting dari sejarah Ponorogo yang lebih luas.
Selain sebagai mitologi, Bantarangin diyakini menjadi cikal bakal terbentuknya pemerintahan di Ponorogo. Namun, penelitian dan dokumentasi tentang kerajaan ini masih minim, sehingga banyak yang tidak mengetahui bahwa Ponorogo memiliki sejarah kerajaan sendiri yang signifikan.
2. Tradisi Panggih Jaler
Di beberapa daerah di Ponorogo, dahulu ada sebuah tradisi bernama Panggih Jaler, yaitu upacara adat yang dilakukan sebagai simbol penyatuan dua keluarga dalam sebuah pernikahan. Tradisi ini mirip dengan upacara pernikahan adat Jawa, tetapi memiliki beberapa elemen yang khas Ponorogo, seperti penggunaan alat-alat tertentu yang mewakili kepercayaan lokal dan doa-doa yang diambil dari kitab-kitab Jawa kuno.
Sayangnya, tradisi Panggih Jaler semakin jarang dilakukan karena terdesak oleh pernikahan modern yang lebih praktis dan sederhana. Banyak anak muda yang tidak lagi mengenal tradisi ini, padahal upacara ini menyimpan nilai-nilai kearifan lokal dan kekayaan budaya Ponorogo yang sangat berharga.
3. Wayang Thengul Ponorogo
Selain Reog, Ponorogo juga memiliki kesenian Wayang Thengul, yaitu pertunjukan wayang golek khas Ponorogo yang dulunya sangat populer. Berbeda dengan wayang kulit, Wayang Thengul menggunakan boneka kayu tiga dimensi yang lebih hidup dan berwarna. Wayang ini biasanya dimainkan dengan cerita-cerita rakyat lokal atau kisah-kisah kepahlawanan Jawa kuno.
Wayang Thengul dulunya sangat digemari oleh masyarakat Ponorogo sebagai hiburan tradisional, namun seiring dengan perkembangan zaman dan popularitas media modern, pertunjukan ini semakin jarang digelar. Generasi muda Ponorogo kini lebih banyak mengenal wayang kulit atau pertunjukan modern lainnya, sehingga Wayang Thengul mulai terlupakan dan hampir punah.
4. Upacara Bersih Desa
Upacara Bersih Desa adalah tradisi yang dahulu rutin dilakukan oleh masyarakat Ponorogo sebagai bentuk rasa syukur kepada Tuhan atas hasil panen yang melimpah dan untuk memohon keselamatan bagi seluruh warga desa. Dalam upacara ini, masyarakat biasanya mengadakan kenduri bersama, mengarak sesaji, dan menggelar pertunjukan kesenian tradisional sebagai bagian dari ritual.
Meskipun beberapa desa di Ponorogo masih mempertahankan tradisi ini, namun di banyak tempat, Upacara Bersih Desa sudah mulai ditinggalkan. Generasi muda cenderung tidak terlibat dalam upacara ini, sehingga tradisi ini perlahan memudar. Padahal, Bersih Desa bukan hanya sekadar ritual, tetapi juga menjadi ajang silaturahmi antarwarga dan wujud pelestarian nilai-nilai gotong royong dalam kehidupan masyarakat Ponorogo.
5. Seni Batik Ponorogo yang Kian Hilang
Batik Ponorogo pernah menjadi salah satu kerajinan yang sangat bernilai di masa lalu. Motif batik Ponorogo memiliki ciri khas tersendiri, dengan motif-motif yang terinspirasi dari kesenian Reog, alam, serta kepercayaan-kepercayaan lokal. Namun, kerajinan batik khas Ponorogo mulai kehilangan pamornya setelah batik dari daerah lain seperti Solo dan Yogyakarta lebih mendominasi pasar.
Kini, hanya segelintir pengrajin yang masih bertahan membuat batik khas Ponorogo. Padahal, batik ini memiliki potensi besar untuk berkembang sebagai produk budaya yang bisa mendunia seperti Reog. Jika tidak ada upaya pelestarian yang serius, seni batik Ponorogo mungkin akan benar-benar hilang dari ingatan masyarakat.
6. Tradisi Larung Sesaji di Telaga Ngebel
Telaga Ngebel, yang merupakan salah satu ikon wisata Ponorogo, tidak hanya dikenal karena keindahan alamnya, tetapi juga karena memiliki sejarah dan mitos yang kuat. Salah satu tradisi yang hampir terlupakan adalah Larung Sesaji, yaitu upacara adat untuk memberikan persembahan kepada penghuni gaib telaga sebagai wujud syukur atas berkah yang diberikan. Upacara ini biasanya dilakukan dengan melarung berbagai sesaji ke tengah telaga, yang diyakini akan membawa keselamatan dan keberuntungan bagi warga sekitar.
Meski tradisi ini masih dilakukan dalam skala kecil, popularitasnya sudah jauh menurun dibandingkan dengan masa lalu. Kini, Telaga Ngebel lebih dikenal sebagai destinasi wisata alam daripada tempat spiritual yang sarat akan ritual dan mitos.
7. Pantangan dan Kepercayaan Lokal yang Mulai Dilupakan
Di berbagai daerah di Ponorogo, dulu ada banyak pantangan dan kepercayaan lokal yang dipegang teguh oleh masyarakat sebagai bentuk penghormatan terhadap leluhur. Misalnya, ada pantangan untuk tidak bekerja di sawah pada hari-hari tertentu yang dianggap keramat, atau larangan-larangan tertentu selama proses bertani dan panen. Kepercayaan-kepercayaan ini biasanya diikuti oleh para petani sebagai cara untuk menjaga hubungan harmonis dengan alam.
Namun, seiring dengan modernisasi dan masuknya pengaruh luar, kepercayaan-kepercayaan ini mulai dilupakan. Padahal, banyak di antaranya yang sebenarnya mengandung nilai-nilai kearifan lokal tentang bagaimana menjaga keseimbangan dengan alam dan lingkungan.
Kesimpulan
Ponorogo bukan hanya sekadar Reog. Di balik kemegahan seni pertunjukan yang mendunia ini, Ponorogo menyimpan warisan sejarah dan budaya yang kaya, namun sayangnya semakin terlupakan. Sejarah Kerajaan Bantarangin, tradisi Panggih Jaler, Wayang Thengul, hingga berbagai ritual adat yang kian memudar, semuanya adalah bagian dari identitas Ponorogo yang harus dijaga dan dilestarikan. Melestarikan budaya bukan hanya sekadar mengenang masa lalu, tetapi juga menjaga agar warisan nenek moyang tetap hidup dalam kehidupan sehari-hari masyarakat modern.
Tidak ada komentar: