Header Ads

Hukum Mubalig Membawakan Lagu Tanpa Izin Pencipta Saat Pengajian di Muka Umum




Dalam konteks penggunaan musik atau lagu tanpa izin penciptanya, baik dalam hukum syar'i maupun hukum positif (undang-undang negara), terdapat aturan-aturan yang perlu dipahami oleh mubalig atau siapapun yang membawakan lagu dalam kegiatan publik, termasuk pengajian. Berikut adalah pembahasannya dari sudut pandang hukum syar'i dan hukum positif di Indonesia.


Hukum Syar'i tentang Penggunaan Lagu Tanpa Izin

Secara syar'i, Islam sangat menekankan keadilan dan hak-hak individu, termasuk hak kepemilikan karya intelektual seperti musik. Dalam Islam, menghormati hak orang lain, baik itu harta benda, ilmu, atau karya, adalah kewajiban.


Prinsip Amanah dan Menghormati Hak Orang Lain

Dalam syari'at Islam, segala bentuk pengambilan hak orang lain tanpa izin dianggap sebagai pelanggaran terhadap prinsip amanah (kepercayaan) dan keadilan. Lagu atau karya musik adalah hasil dari usaha penciptanya, dan syari'at mengajarkan bahwa sesuatu yang dihasilkan oleh usaha seseorang menjadi hak miliknya yang harus dihormati. Menggunakan musik tanpa izin pencipta bisa dianggap sebagai tindakan ghasab (mengambil hak orang lain secara paksa) jika tanpa izin dan merugikan pemiliknya.


Dalil-dalil tentang pentingnya menjaga hak orang lain:


"Tidak halal bagi seorang Muslim mengambil harta saudaranya kecuali dengan kerelaan dirinya" – (HR. Ahmad dan Baihaqi).

"Barang siapa yang menzalimi orang lain walau hanya sejengkal tanah, maka dia akan diminta pertanggungjawaban di hari kiamat" – (HR. Bukhari dan Muslim).

Dengan dasar ini, menggunakan karya musik orang lain tanpa izin, bahkan dalam acara pengajian, dapat dianggap melanggar hak pencipta dan harus dihindari menurut hukum syar'i. Tindakan ini bisa tergolong sebagai bentuk ketidakadilan atau kezaliman, terutama jika ada potensi kerugian bagi pencipta dari segi ekonomi atau pengakuan atas karyanya.



Aspek Niatan dan Tujuan

Namun, dalam beberapa situasi, hukum syar'i juga mempertimbangkan niat dan tujuan dari tindakan. Jika lagu tersebut digunakan untuk tujuan dakwah yang baik, tanpa unsur komersial, maka bisa jadi ada kelonggaran dalam syari'at, terutama jika penggunaannya terbatas dan tidak merugikan pencipta secara langsung. Meski demikian, tetap dianjurkan untuk meminta izin atau menggunakan lagu-lagu yang memang diperuntukkan untuk kepentingan umum atau dakwah.


Hukum Positif (Hukum Negara) tentang Penggunaan Lagu Tanpa Izin

Di Indonesia, hukum yang mengatur hak cipta dan penggunaan musik secara khusus diatur dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta. Menurut UU ini, lagu atau musik adalah karya cipta yang dilindungi, dan penggunaan tanpa izin pencipta dianggap sebagai pelanggaran hak cipta.


Hak Cipta dalam UU Nomor 28 Tahun 2014

Pasal 9 UU Hak Cipta menyebutkan bahwa pemegang hak cipta memiliki hak eksklusif untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya. Orang lain tidak boleh menggunakan ciptaan tersebut tanpa seizin pemegang hak cipta, kecuali dalam situasi yang dikecualikan oleh undang-undang (seperti penggunaan untuk tujuan pendidikan non-komersial).

Jika seorang mubalig membawakan lagu atau musik tanpa izin dari pencipta dalam pengajian di muka umum, secara hukum positif, hal ini dapat dianggap sebagai pelanggaran hak cipta, terutama jika acara tersebut direkam, disebarluaskan, atau menghasilkan keuntungan materi.

Sanksi untuk Pelanggaran Hak Cipta

Berdasarkan UU Hak Cipta, pelanggaran hak cipta dapat dikenakan sanksi pidana maupun perdata:


Sanksi Pidana: Pelaku pelanggaran hak cipta bisa dipidana penjara hingga 10 tahun atau denda maksimal Rp 4 miliar, tergantung pada tingkat pelanggaran.

Sanksi Perdata: Pencipta juga berhak menuntut ganti rugi secara perdata atas kerugian yang dialami akibat penggunaan karyanya tanpa izin.

Apakah Ada Kelonggaran dalam Acara Keagamaan?

Dalam beberapa situasi, penggunaan lagu dalam acara keagamaan mungkin bisa dikecualikan dari pelanggaran, terutama jika tidak ada tujuan komersial dan dilakukan dalam skala kecil. Namun, tetap disarankan untuk mendapatkan izin, baik secara langsung dari pencipta atau melalui lembaga pengelola hak cipta, terutama jika acara tersebut akan direkam atau disebarluaskan.


Kesimpulan

Dari perspektif hukum syar'i, membawakan lagu tanpa izin pencipta bisa dianggap sebagai pelanggaran terhadap hak orang lain dan termasuk dalam tindakan yang tidak dianjurkan karena Islam sangat menghargai hak kepemilikan, termasuk kepemilikan intelektual. Niat baik seperti dakwah mungkin bisa menjadi faktor pertimbangan, tetapi meminta izin tetap merupakan tindakan yang lebih sesuai dengan prinsip keadilan dalam Islam.


Sementara itu, dalam hukum positif Indonesia, membawakan lagu tanpa izin pencipta dalam pengajian di muka umum dapat dianggap sebagai pelanggaran hak cipta berdasarkan UU Nomor 28 Tahun 2014. Sanksi hukum bisa sangat berat, terutama jika penggunaan tersebut menyebabkan kerugian ekonomi atau digunakan dalam acara berskala besar.


Untuk menghindari masalah hukum dan menjaga keadilan, mubalig disarankan untuk selalu meminta izin atau menggunakan lagu-lagu yang telah mendapatkan lisensi atau izin penggunaan secara publik

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.